Portalterkini.com, Konawe Utara – PT Makkuraga Tama Kreasindo (MTK), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara, diduga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap empat karyawan tanpa melalui prosedur sesuai ketentuan perundang-undangan.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Pemuda Masyarakat Tolaki Sulawesi Tenggara (LPMT Sultra), yang diberi kuasa untuk mendampingi para buruh, menuntut penyelesaian hak-hak buruh yang diduga di-PHK sepihak oleh PT. Makkuraga Tama Kreasindo (MTK).
Beberapa tuntutan buruh kepada PT Makkuraga Tama Kreasindo (MTK) terkait PHK sepihak tersebut adalah:
– Pembayaran pesangon sesuai ketentuan peraturan ketenagakerjaan.
– Pembayaran kekurangan upah karena diduga dibayar di bawah standar Upah Minimum Kabupaten (UMK) Konawe Utara,pekerja diberikan gaji pokok sebesar Rp. 2.225.806 perbulan
– Pelaporan upah total ke BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan diduga melaporkan dan memotong gaji tidak sesuai dengan yang dilaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan, khususnya terkait Jaminan Hari Tua (JHT) para buruh.
Pihak pekerja telah melakukan bipartit dengan PT Makkuraga Tama Kreasindo (MTK), didampingi LSM LPMT Sultra pada Jumat, 20 Juni 2025, di kantor perusahaan. Namun, perusahaan tidak memberikan tanggapan pasti untuk menyelesaikan dan membayarkan hak-hak pekerja sesuai ketentuan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
Ketua LSM LPMT Sultra, Nurlan, S.H., yang mewakili para buruh, menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permintaan bipartit dan datang ke kantor perusahaan, namun hanya ditemui oleh karyawan yang tidak berwenang mengambil keputusan. Kami tidak mendapatkan tanggapan pasti mengenai penyelesaian dan pembayaran hak-hak buruh.
Selanjutnya, pada Senin, 23 Juni 2025, akan diajukan pengaduan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Konawe Utara, Bidang Penyelesaian Hubungan Industrial. Terkait pembayaran upah di bawah standar UMK, pengaduan akan diajukan ke Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Tenggara karena diduga melanggar aturan ketenagakerjaan.
Pelaporan data karyawan yang tidak benar ke BPJS Ketenagakerjaan juga akan dilaporkan ke kantor BPJS Ketenagakerjaan, untuk segera merekomendasikan kepada Kejaksaan Tinggi terkait ketidakpatuhan perusahaan dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan ketenagakerjaan di sektor pertambangan, khususnya di Konawe Utara. Praktik PHK sepihak tanpa hak-hak normatif seperti pesangon, gaji terakhir, dan surat keterangan kerja merupakan pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan dan PP No. 36 Tahun 2021.
Sebagai informasi, pelanggaran terhadap regulasi ketenagakerjaan dapat berujung pada sanksi pidana, sanksi administratif, hingga pembekuan izin usaha. Denda dan hukuman penjara juga dapat dikenakan kepada pengusaha yang melanggar ketentuan perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
Sampai berita ini tayangkan, belum ada konfirmasi/keterangan resmi dari Perusahaan yang dimaksud. Tetapi media ini akan berupaya meminta keterangan pihak perusahaan, sehingga berita selanjutnya dapat berimbang.