Portalterkini.com, – Konawe, Polemik penyerobotan tanah ulayat, kini Tapal Batas antara Kecamatan Pondidaha dan Kecamatan Amonggedo Kabupaten Konawe diduga Jadi Pemicunya karena wilayah Kecamatan Pondidaha mengandung Mineral. Tapal Batas ini terungkap setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Forum Masyarakat Adat Wawolemo-Pondidaha Menggugat terkait dugaan penyerobotan Tanah Ulayat yang diduga dilakukan sejumlah perusahaan pertambangan Nikel, Batu dan Lainnya.
Rapat ini dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Konawe I Made Asmaya, S.Pd.,MM didampingi oleh wakil ketua I Nuryadin Tombili, Ketua Komisi I, Komisi II dan anggota DPRD lainnya, Rabu, 08 Oktober 2025.
Rapat tersebut juga dihadiri oleh Asisten I Kabupaten Konawe, Perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kabag OPS Perwakilan Polres Konawe, Perwakilan perusahaan PT ST Nikel Resources, Lurah Pondidaha, Desa Wawolemo, Desa Amesiu, Camat Pondidaha, dan puluhan masyarakat adat Desa Wawolemo-Pondidaha Menggugat.
Pada kesempatan itu, Camat Pondidaha Eti Nurbaeti Saranani mengungkapkan bahwa pernah terjadi pemasangan tapal batas sampai keluar dari pondidaha, dan kami hanya diam saja karena persoalan tersebut pengambil kebijakan adalah Pemerintah Kabupaten. Lanjut Eti Nurbaeti Saranani, saat itu Camatnya masih pak Tahrudin. Setelah pak Tahrudin kembali ke kabupaten dirinya mengusulkan kembali persoalan tapal batas tersebut.
“Waktu itu Camatnya masih Pak Tahrudin, dan setelah Pak Tahrudin kembali ke kabupaten saya usulkan lagi persoalan tapal batas, jadi bagaimana perbatasan ?, dan seharusnya ini langsung dibuat langsung oleh kabupaten dan Surat Keputusannya itu harus jelas. Sebenarnya yang dimekarkan ini siapa ?,” cetusnya.
Ketua Komisi III DPRD Konawe, H. Abd. Ginal Sambari, S.Sos., M.Si., selaku ketua Pansus saat itu menyampaikan bahwa Kecamatan Pondidaha telah Memekarkan Kecamatan Amonggedo, batas pada saat itu adalah kelurahan Pondidaha dengan Desa Dungua. Kemudian, didalam pemekaran itu, tentu wilayah Kecamatan Pondidaha berkurang. “Dan kita ambil patokan batas alam, di jembatan itu. Saya juga keluarga besar Pondidaha dan Amonggedo, cuman kita sesalkan ada orang Pondidaha yang membantu Bupati saat itu sehingga 10 Tahun ini tidak selesai,” ucapnya.
Lanjut Ginal Sambari, sebelum pemekaran, kita sudah turun bersama sama untuk sosialisasi, Namun, ada salah satu tokoh masyarakat dan sekaligus pejabat di Kantor Bupati Konawe, dan kebetulan satu mobil dengannya yaitu Langa Ahmad yang jabatannya saat itu adalah Stab Pemerintahan dan dialah yang Kasih Pindah serta mengaku bahwa pohon jati tersebut adalah kebun dan tanaman neneknya. Padahal kita telah sepakati bersama bahwa batas itu ada 2, yakni Batas Alam dan Batas Buatan. Batas alam meliputi Gunung, Sungai atau Kali, sedangkan Batas Buatan seperti Jalan atau yang mana Buatan Manusia Lainnya.
Ginal Sambari menegaskan bahwa Batas antara Kecamatan Amonggedo dan Kecamatan Pondidaha adalah Batas Alam yaitu Jembatan, dan bisa kita melihat SK Pemekarannya pada saat itu dan dirinya menjelaskan apa adanya. Sambung Ginal Sambari, Sekarang ini karena adanya kegiatan – kegiatan perkebunan dan pertambangan yang masuk sehingga inilah yang memiju batas – batas ini.
“Jadi, saya sarankan untuk secepat ini agar pemerintah daerah Konawe dan DPRD untuk segera mengambil sikap, supaya ada ketegasan, kita pastikan dan kembalikan pada Batas Aslinya, yaitu Batas Alam di Jembatan,” Ucap Ginal Sambari di Forum RDP.
Hal senada juga disampaikan oleh Safrudin selaku anggota DPRD Konawe, ia menerangkan bahwa Batas Kecamatan Pondidaha – Amonggedo adalah Batas Alam yaitu Jembatan. Tetapi berjalannya waktu bergeser sekitar kurang lebih 150-200 meter dari Jalan Poros Pondidaha, dan batas itu disimpan berdasarkan yang secara kebetulan saat itu akan ada tim penilai Lomba Desa. Karena ada perebutan tapal batas dan ini masih ada hubungan keluarga semua, sehingga kami memutuskan dan mengembalikan kepada Bupati Konawe Kerry Saiful Kongoasa saat itu untuk mengatur Tapal Batas tersebut, tetapi sampai hari ini belum selesai juga.
Komisi I DPRD Konawe, Dedi, S.Si menilai bahwa polemik perebutan tapal batas ini ia duga karena adanya tanah merah, dan ini hampir terjadi perang saudara.
Politisi Partai Gerindra ini, Dedi juga mengapresiasi Camat Pondidaha untuk memperjuangkan dan mempertahankan Tanah Ulayat di Kecamatan Pondidaha.
“Andaikata di wilayah Kecamatan Pondidaha ini tidak ada kandungan mineral didalamnya tidak akan ada perebutan tapal batas. Apalagi Kecamatan Amonggedo ini adalah pemekaran dari Kecamatan Pondidaha,” katanya.
Terakhir, Ketua Komisi I DPRD Konawe, Dedi, S.Si berharap apa yang sudah menjadi hak, maka itulah yang akan diperjuangkan. Di DPRD ini adalah rumah atau tempat kita bersama untuk berdiskusi dan mencari solusi untuk masyarakat. Dan ada ruang – ruang yang akan kita tempuh bersama.
“Jadi, disini yang kita selesaikan terlebih dahulu adalah persoalan Tapal Batas, dan langkah selanjutnya memang perlu kita turun bersama di Lapangan dan melihat langsung. Karena persoalan Tapal Batas ini sangat penting dan berpengaruh pada kawasan Tanah Ulayat atau Tanah Adat. Serta perlunya kita kembali melihat histori dan SK Pemekaran Kecamatan Pondidaha dan Kecamatan Amonggedo,” tutupnya.
Ahli Waris Tanah Ulayat Kecamatan Pondidaha, Usman Saeka berharap, agar DPRD Konawe mengembalikan Tapal Batas aslinya yaitu Batas Alam berada tepat di Jembata. “Kami berharap Tapal Batas ini di Kembalikan ke aslinya, karena Tanah Ulayat kami telah rusak akibat pertammbangan, dan bahwa telah terbit sejumlah SHM atau Sertifikat atau SKT di Tanah Ulayat kami,”
Menanggapi persoalan tapal batas, perwakilan BPN Konawe menyampaikan bahwa tapal batas tidak akan mempengaruhi atau merubah Hak Milik yang dikuasi oleh masyarakat berdasarkan surat – surat atau legalitas yang lengkap.
“Saya kira tidak susah, asal ada legalitas atau sertifikat dan atau legalitas lainnya yang diakui oleh pemerintah serta undang – undang. Sertifikat bisa kita cek apakah masuk didalam yang kita masuk atau tidak. Nanti tinggal dikoordinasikan dengan BPN, Nanti kita Ploting,” tandasnya.
Mengakhiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung Gusli Topan Sabara, Rabu 08/10/2025, Ketua DPRD Konawe I Made Asmaya, S.Pd.,M.M menegaskan bahwa selanjutnya akan menggelar rapat bersama dengan pemerintah daerah, Kecamatan dan Para Kepala Desa. Yang dimana objek persengketaan yang disampaikan oleh Rumpun Keluarga Ahli Waris Tanah Ulayat Usman Saeka.
“Jadi kita akan fokus pada Batas Wilayah atau Tapal Batas, bagaimana kita akan tahu objek persengketaan kalau batas wilayahnya saja kita tidak tau dan tidak selesai. Setelah selesai batas wilayah barulah kita segera turun Lapangan. Setelah selesai turun lapangan bersama BPN barulah kita gelar Rapat Bersama dan akan kita identifikasi siapa yang menjual dan sebagainya akan ketahuan semuanya,” Tegas Ketua DPRD Konawe.